ADA BAGAI TAK ADA

Tiba-tiba ku terjatuh di sebuah tempat yang sangat kotor ketika sedang bermain bersama teman-temanku. saat itu ku tak menangis tapi kaget dan terkejut. kecerobohan itu membuatku terjatuh, dan kebidohan itu kulakukan tanpa kusadari. teman-temankupun kaget melihatku terjatuh, tapi mereka tidak menolongku, justru menertawakanku. seluruh badanku telah berlumuran lumut dan lumpur-lumpur yang berbau busuk. ku kuatkan diri untuk terbangun dan langsung menuju rumah dengan keadaan kotor dan menangis layaknya anak kecil lainnya. saat ku pulang ke rumahku yang mungil itu, ayahku sedang bekerja, beliau sedang mencet rumah. sebagai anak kecil aku langsung menuju ayah yang kulihat pertama kali saat itu, ku ingin mengadu padanya dan ingin agar dia menguatkanku sehingga kutak mengangis lagi. tapi yang kudapat bukanlah dekapan kasih sayang yang bisa menengkanku akibat kejadian itu. justru perkataan-perkataan kasar yang kudapatkan. saat itu hatiku sangatlah hancur, aku merasa aku bukanlah anaknya. apa salahku, aku hanya ingin dekapan kasih sayangnya karena kesedihanku saat itu.

Itu bukanlah yang pertama dan terakhir. setelah kejadian itu, sebagai anak kecil aku merasa itu mungkin hal yang biasa karena ayah sedang capek. tapi tidak demikian adanya. ketika itu ibu sedang sibuk memasak dan aku ingin belajar. biasanya ibu yang selalu mengajarku, namun karna ibu sedang sibuk memasak, akhirnya aku meminta ayah untuk mengajariku. awalnya aku sangat bersemangat diajari oleh ayah tapi semangatku tiba-tiba hilang sekejab. ketika aku melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal tugas sekolahku dan aku tidak mengetahui jawabnya ia tidak membantuku agar aku memahami pelajaranku itu. yang ia lakukan adalah memukuliku dan mengataiku bodoh. saat itu tiba-tiba timbul pemikiran dalam hatiku, apakah aku ini bukan anaknya sampai-sampai setega itu ia memperlakukanku seperti itu. perasaanku itu semakin hari semakin kuat karena setiap hari selalu dimarahi olehnya. aku tidak mengerti, semua yang kulakukan tidak pernah benar dimatanya. apakah aku nakal diwaktu itu, diwaktuku kecil? aku bertanya-tanya.

ketika ku meranjak remaja aku berfikir mungkin ketika itu aku anak yang nakal sehingga selalu dimarahi, tapi hingga sekarang hingga aku dewasa tak pernah sedikitpun ku mendapat perhatian darinya. layaknya seorang anak yang mendambakan kasih sayang seorang anak. tak ada rasa khawatir, rasa rindu pada aku anaknya. apa yang ku lakuakan tak pernah baik menurutnya. aku memiliki seorang ayah tapi seperti tidak memiliki ayah. di dalam doaku aku selalu mendokaannya agar bahagia, dan menyayangiku anaknya. harapanku ia bisa mencintai Allah melebihi apapun, mencintai ku dan ibuku karena Allah.

(kisah seorang sahabat)

MASALAH GENDER DI DUNIA KERJA DAN POLITIK

Gender merupakan isu yang terkait erat dengan isu-isu lainnya dalam Rencana Aksi Tripartit tentang Pekerjaan yang Layak 2002 –2005. Banyak instansi-instansi yang melakukan kajian untuk mencari solusi dari permasalahan ini, salah satunya adalaha ILO. Strategi Pengarustutamaan Gender ILO Jakarta berupaya membangun komitmen yang lebih besar lagi dalam mempromosikan kesetaraan gender di seluruh bidang kegiatan ILO dan para mitra sosialnya. Salah satu cara untuk mengukur kemajuan bangsa adalah dengan melihat kedudukan dan tingkat perkembangan perempuan dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara.
Sebagai indikator dari kedudukan perempuan ditentukan antara lain oleh kedudukan hukum, tingkat pendidikan, derajat kesehatan, ketenagakerjaan dan peranannya dalam politik dan pemerintahan. Persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan telah dijamin oleh UUD 1945 pasal 27 (1) yang dikuatkan lagi oleh GBHN. Demikian juga secara khusus pasal 31 UUD 1945 dan dimantapkan lagi melalui Sistem Pendidikan Nasional 1989 membuka kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pendidikan.

Kesenjangan gender yang terjadi selalu merugikan pihak perempuan. Kaum perempuan menghadapi beragam masalah dalam mengakses pendidikan dan pelatihan, dalam mendapatkan pekerjaan, dan dalam memperoleh perlakuan yang sama di tempat kerja. Kendala-kendala ini dapat menimbulkan pelanggaran akan hak-hak dasar serta menghambat kesempatan kaum perempuan dan pada gilirannya akan merugikan masyarakat dan perekonomian Indonesia mengingat hilangnya kontribusi besar yang dapat diberikan kaum perempuan melalui tempat kerja. Tidak hanya di dunia kerja saja, di dunia politik pun terjadi hal yang sama.

Konsep gender yang dipahami sebagian besar orang seringkali bias dan lebih diartikan sangat sempit sebagai sebuah konsep yang hanya membicarakan masalah perempuan dengan kodrat keperempuaanya saja. Padahal gender berbeda dengan jenis kelamin, dia tidak hanya membicarakan perempuan saja ataupun laki-laki saja, bukan juga konsep tentang perbedaan biologis yang dimiliki keduanya. Gender merupakan perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan (dibangun) oleh masyarakat atau kelompok masyarakat dengan latar belakang budaya dan struktur sosial yang berbeda-beda di setiap daerah, suku, negara dan agama. Oleh karenanya, perbedaan peran, perilaku, sifat laki-laki dan perempuan yang berlaku di suatu tempat/budaya belum tentu sama atau berlaku di tempat yang berbeda (Hayat dkk 2005).

Pada Media Indonesia Jumat 8 oktober 2010, tertuliskan sebuah permasalahan gender yanng terjadi di dunia kerja. Masalah tersebut adalah masih nampaknya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Hal tersebut terbukti dengan masih sedikitnya jumlah perempuan yang menduduki posisi-posisi penting di dunia kerja tersebut. Padahal sebenarnya di dunia kerja, diperkirakan penduduk perempuan usia kerja tamatan pendidikan tinggi di Indonesia mencapai lebih dari 4,5 juta orang, hampir sama besar dengan yang laki-laki, 4,7 juta. Namun dari seluruh angkatan kerja sekitar 116 juta orang, kira-kira hanya sepertiganya perempuan (Adhitama 2010).

Dalam penelusuran dari sisi pendidikan, menurut Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, akses semua jenjang pendidikan sekarang sudah setara untuk laki-laki dan perempuan. Tetapi, masih ada faktor-faktor penghambat seperti status sosial-ekonomi dan budaya. Itu yang mengakibatkan ketimpangan. Selain di dunia kerja ternyata perempuan juga menghadapi kendala dalam dunia politik. Undang-Undang No 27 Tahun 2007 tentang KPU, No 12 Tahun 2008 tentang Parpol, dan No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR dan DPRD mengalokasikan 30% untuk anggota perempuan. Toh keterwakilannya di DPR 2009-2014 hanya mencapai 18,03%, yaitu 101 dari jumlah anggota 560 orang (Adhitama 2010). Dengan demikian terdapat masalah kesenjangan gender di dunia kerja serta dunia politik di Indonesia ini.